Pages

Friday, December 7, 2018

‘Saya Berani dan Saya Sehat’ - Serambi Indonesia

Oleh Mohd. Andalas

PADA 1 Desember lalu, kita baru saja memperingati dan mengenang Hari Pencegahan HIV/AIDS (Human Imunodefisiensi Virus/Acquired Imunodefisiensi Syndroms) Sedunia. Hari itu, bisa dijadikan sebagai hari renungan melihat sejauhmana pencegahan HIV dan pengobatan orang dalam HIV/AIDS (ODHA), dan mengevaluasi hambatan dalam pengobatannya.

Bila diilihat dari jejak awal kasus HIV pada 1981 dengan jumlah kasus ratusan orang. Pertumbuhan begitu progresif, sehingga tahun 1993 mencapai 330 000 kasus HIV/AIDS. Menurut CDC (Central of Desease Control), 200.000 orang di antaranya meninggal. Tapi pada 2016, menurut UNAIDS, sekitar 36,7 juta orang di dunia hidup dengan HIV. Bahkan, kini HIV/AIDS telah menjadi pandemi (tersebar luas) di seluruh penjuru dunia.

Di Indonesia, kasus HIV mulai dilaporkan pada 1987. Tahun 2017, Kemenkes mengumumkan melalui Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit(P2P) data kumulatif AIDS dari 2005-2017 yakni 102.667 kasus AIDS dan 280.663 kasus HIV. Terdistribusi 81.9% dari 514 kabupaten/kota juga dari 34 propinsi di Indonesia. Proporsi kasus terbanyak dipegang 3 provinsi yakni, Papua, DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Melihat perkembangan HIV dan sindroma AIDS dari 1987-2017, jumlah kasus jauh meningkat. Namun akhir-akhir ini mengalami penurunan berkat hasil upaya aktif prevensi dan promosi kesehatan. Perlu diingat, dari data yang dilaporkan Ditjen P2P masih tinggi risiko kelompok rentan, yakni kelompok pemuda karena mereka minim ilmu kesehatan reproduksi.

Virus kompleks
HIV/AIDS adalah suatu sindroma karena virus yang mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia. HIV tergolong penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Virus mengganggu sistem kekebalan tubuh yakni T4 sel.

Virus HIV merupakan virus kompleks baru yang aneh. Virus ini setelah masuk ke dalam pembuluh darah akan menyatu dan hidup dengan sel T4 yang berfungsi membentuk antibodi tubuh. Kemudian virus mereplikasi dirinya menjadi virus dengan struktur genetik yang berbeda. Ada 2 strain utama virus HIV, yakni HIV1 dan HIV2. Akibat polah aneh virus inilah yang menjadi kendala para ahli farmasi dalam kemajuan pengobatan HIV/AIDS sampai saat ini.

Seseorang yang terinfeksi HIV akan memperbesar peluangnya untuk terkena AIDS bila tidak ada upaya mencegah berkembang menjadi AIDS dengan konsumsi obat antiretrovirus atau gizi yang baik. Jadi sangat berisiko. Selanjutnya bila seseorang dengan HIV positif dan terus berhubungan seksual dengan lawan jenisnya tanpa proteksi berpotensi cepat menyebarkan. Karena pengaruh virus HIV, maka sel T4 berkurang keampuhannya dan berakibat sistim daya tahan tubuh lemah dan menyebabkan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit dan mulai keluhan dan gejala penyakit. Keadaan inilah yang dikenal AIDS.

Rasio laki vs perempuan 2:1, bila dilihat jumlah kasus baru HIV pada Oktober-Desember 2017, 16.640 dan 4.725 orang kasus AIDS, bila dilihat distribusi menurut umur, maka tertinggi kasus HIV/AIDS seperti berikut; Kasus HIV pada usia 25-45 tahun (69.1%), usia 20-24 tahun (16.7%) dan usia di atas 50 tahun (7.6%). Kasus AIDS pada usia 20-29 tahun (29.5%), 30-39 tahun (35,2%) dan 40-49 tahun (17.7%). Bila dilihat model penyebarannya, hubungan seks heteroseksual penyebab terbanyak (71%), lelaki seks lelaki (20%), perinatal (3%) dan IDU atau pengguna jarum suntik (2%).

Masalah besar saat ini adalah meratanya kasus HIV di seluruh Indonesia. Petugas kesehatan harus meningkatkan upaya penapisan. Di sini diminta keterbukaan seorang bila pernah/sering kontak dengan pengidap HIV. Seseorang yang terinfeksi belum tentu segera terinfeksi, maka segera ke rumah sakit atau dokter untuk konsultasi.

Let's block ads! (Why?)

http://aceh.tribunnews.com/2018/12/08/saya-berani-dan-saya-sehathttps://desimpul.blogspot.com/2018/12/saya-berani-dan-saya-sehat-serambi.html

No comments:

Post a Comment