Pages

Friday, June 7, 2019

Parpol oposisi mesti kritis dan konstruktif - BeritagarID

Foto Ilustrasi. Suasana Rapat Paripurna ke-18 DPR Masa Persidangan V Tahun 2018-2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Foto Ilustrasi. Suasana Rapat Paripurna ke-18 DPR Masa Persidangan V Tahun 2018-2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2019). | Dhemas Reviyanto /Antara Foto

Partai politik pendukung pemerintah dipastikan akan mendominasi kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia periode 2019-2024. Meski demikian, partai politik di luar koalisi pemerintah mesti menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif.

Berdasarkan data rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diolah tim Lokadata Beritagar.id, partai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) meraih suara paling banyak yakni 19,38 persen atau 27.053.961 suara.

Kemudian, disusul oleh Gerindra, 12,57 persen atau 17.594.839. Dari 16 partai yang menjadi peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, terdapat sembilan partai yang lolos ambang batas parlemen (4 persen).

Sembilan partai itu yakni PDI-P, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sementara, sisanya yang tidak lolos ke Senayan adalah Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Berkarya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Garuda, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Lima partai politik (Parpol) pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin diproyeksikan menguasai 349 kursi atau 60,7 persen dari total 575 kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Kelima Parpol itu adalah PDI-P dengan 128 kursi, Golkar (85), PKB (58), NasDem (59), dan PPP (19).

Sementara empat parpol pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno diperkirakan mendapat 226 kursi DPR, yakni Gerindra (78 kursi), PKS (50), PAN (44), dan Demokrat (54). Akan tetapi, PAN dan Demokrat baru saja menyatakan keluar dari Koalisi Adil Makmur, sehingga ada total 98 kursi yang mungkin hilang dari oposisi.

"Dengan komposisi seperti ini, konflik atau gonjang-ganjing dalam DPR tidak akan terjadi lagi sehingga ketika nanti dilantik, mereka diharapkan dapat langsung bekerja," ungkap Profesor Riset Bidang Politik dan Pemerintahan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lili Romli, Kamis (6/6/2019).

Namun ia berharap, parpol di luar pemerintah juga dapat menjadi oposisi yang konstruktif. "Oposisi yang menjadi penyeimbang pemerintah dengan memberi kritik demi membangun bangsa, bukan untuk menjatuhkan," imbuhnya.

Lili menandaskan, seburuk apa pun kinerja pemerintah, itu adalah pilihan rakyat selama lima tahun mendatang. Dengan begitu, Romli berharap agar tidak ada satu pihak pun yang berniat untuk menjatuhkan pemerintahan, tetapi memberikan kritik yang membangun.

Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, koalisi partai politik pendukung pemerintah kini memang menjadi mayoritas. Namun, semua harus bekerja sama dalam menyukseskan dan menjaga agar pemerintahan berjalan dengan baik.

"Ke depan sebenarnya sudah tidak ada lagi blok-blokan. Begitu juga di DPR, kita berharap tidak ada lagi sekat-sekat, tidak ada lagi jarak antara pendukung 01 dan pendukung 02. Yang ada adalah kita sama-sama membangun bangsa ini," tegasnya.

Minim prestasi

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Indonesia Budget Center (IBC) menilai performa DPR kerap tak sebanding dengan besarnya uang rakyat yang mereka kelola. Bahkan, para wakil rakyat periode 2014-2019 dianggap minim prestasi.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz kepada Beritagar.id mengungkapkan, jumlah total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk lembaga legislatif 2015-2019 misalnya, mencapai Rp26,14 triliun.

"Rata-rata anggaran DPR per tahun sebesar Rp5,23 triliun," sebutnya.

Selain disoroti kerap tersandung kasus korupsi, para anggota legislatif juga kata Donal, banyak disorot masalah kedisiplinan, dan minimnya capaian legislasi.

Mereka banyak disorot juga dari sisi etik. Di antaranya kasus "Papa Minta Saham" dan surat dari Wakil Ketua DPR Fadli Zon kepada KPK terkait pemeriksaan Setya Novanto.

Catatan ICW, sedikitnya ada 10 pelanggaran yang diputus Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Berdasarkan Pasal 21 Peraturan DPR RI no 1 tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI, ada tiga jenis sanksi pada anggota DPR yang terbukti melanggar; yaitu sanksi ringan, sedang, dan berat. Dari 10 kasus, sanksi yang dijatuhkan umumnya ringan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif IBC Roy Salam menyebut DPR RI 2014-2019 telah menetapkan 189 Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 dan 31 RUU prolegnas kumulatif.

Setiap tahun, sebut Roy, DPR memasukkan 40-55 RUU menjadi prolegnas prioritas. Dukungan anggaran untuk prolegnas ini jumlahnya cukup besar.

"Jika dihitung pada 2015-2019, jumlah anggaran DPR untuk pelaksanaan fungsi legislasi mencapai Rp1,62 triliun dengan rata-rata sebesar Rp323,40 miliar per tahun," sebutnya.

Capaian legislasi tahun 2014-2015 dari target 40 hanya tercapai 3, sedangkan pada 2016 dari target 51 hanya tercapai 11, pada 2017 dari target 52 hanya tercapai 6, pada 2018 dari target 50 tercapai 6, dan pada 2019 targetnya mencapai 55.

RUU yang berhasil disahkan hingga April 2019 hanya 26 UU, termasuk penetapan Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) menjadi UU.

Jika dihitung rerata, DPR RI hanya menyelesaikan 5 pembahasan UU atau revisi UU setiap tahunnya (di luar RUU Kumulatif yang disahkan). Tidak hanya jumlahnya yang minim, yaitu 10 persen dari total target prolegnas, substansi UU juga banyak menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

Mirisnya, tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN juga rendah, banyak anggota legislatif yang belum melaporkan harta kekayaan ke KPK. Untuk membenahi DPR periode selanjutnya, sambung Roy, perlu dilakukan pembenahan yang dimulai dari pemilihan calon pengisi kursi DPR.

Let's block ads! (Why?)

https://beritagar.id/artikel/berita/parpol-oposisi-mesti-kritis-dan-konstruktifhttps://desimpul.blogspot.com/2019/06/parpol-oposisi-mesti-kritis-dan.html

No comments:

Post a Comment