Muslim Melayu Malaysia merayakan penolakan pemerintah mereka atas jaminan kesetaraan ras PBB. Puluhan ribu orang turun ke jalan setelah administrasi multi-etnis Mahathir Mohamad menolak merativikasi konvensi PBB melawan diskriminasi rasial. Muslim Melayu khawatir menandatangani konvensi PBB tersebut dapat merusak hak-hak orang Melayu dan mengancam status Islam sebagai agama resmi Malaysia.
Baca juga: Indonesia dan Malaysia, Suar Demokrasi di Tengah Tren Kemunduran Global
Oleh: Reuters
Puluhan ribu Muslim Melayu berunjuk rasa di Kuala Lumpur pada hari Sabtu (8/12), merayakan penolakan pemerintah Malaysia untuk meratifikasi konvensi PBB melawan diskriminasi rasial.
Setelah berminggu-minggu tekanan oleh kelompok-kelompok pro-Melayu, pemerintah multi-etnis Perdana Menteri Mahathir Mohamad memutuskan bulan lalu bahwa mereka tidak akan meratifikasi konvensi, tanpa memberikan alasan mengapa ada komitmen awal untuk menandatangani.
Kelompok-kelompok yang mewakili orang-orang Melayu, yang mencakup sekitar 60 persen populasi multi-etnis Malaysia, khawatir menandatangani jaminan kesetaraan ras PBB tersebut dapat merusak hak-hak orang Melayu dan mengancam status Islam sebagai agama resmi Malaysia.
Kalah dalam pemilihan awal tahun ini, partai-partai oposisi Melayu mengangkat masalah ini, bersama dengan para aktivis, mengorganisir pawai, karena ras adalah masalah sensitif bagi negara Asia Tenggara yang berpenduduk 32 juta orang tersebut.
Di tengah upayanya dalam membangun kembali dukungan, Najib Razak, mantan perdana menteri Malaysia yang penuh skandal, dan Ahmad Zahid Hamidi, yang menggantikannya sebagai kepala partai yang berkuasa sebelumnya, Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), dan pemimpin Parti Islam Se-Malaysia, PAS, semua menghadiri pawai itu.
Para pendukung mereka, yang mengenakan pakaian putih, berkumpul di alun-alun Merdeka di ibukota. Beberapa orang meneriakkan “Allahuakbar” dan slogan-slogan yang menentang konvensi PBB itu, sambil mengangkat plakat yang menyerukan pembelaan hak-hak dan martabat orang Melayu.
Mengutip perkiraan polisi, media menempatkan ukuran pawai tersebut sekitar 50.000 orang.
“Kami di sini untuk membela hak kami sebagai orang Melayu,” kata Faridah Harun, seorang ibu berusia 59 tahun yang memiliki tujuh anak, yang berangkat dari rumahnya di negara bagian utara Perak untuk bergabung dengan pawai itu bersama suaminya.
Baca juga: Asosiasi Tionghoa Malaysia Tuntut Pembubaran Barisan Nasional
“Kami telah memerintah negara ini dengan sangat baik untuk waktu yang sangat lama, tetapi sekarang ada orang-orang yang ingin mengambil alih dan melakukan hal-hal seperti menutup MARA,” katanya, mengacu pada dana perwalian untuk orang Melayu dan pribumi.
Kebijakan tindakan afirmatif yang diberlakukan setelah kerusuhan ras yang mematikan pada akhir tahun 1960-an itu memberikan keuntungan Melayu termasuk kuota universitas, diskon perumahan, rencana tabungan yang dijamin pemerintah, dan kuota kepemilikan saham.
Sementara koalisi Mahathir menikmati dukungan luar biasa di antara pemilih dari minoritas etnis China dan masyarakat India, yang total mencapai 30 persen dari populasi, tetap terjebak dalam pertempuran untuk memenangkan orang-orang Melayu yang tetap setia kepada UMNO dan PAS.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan Jumat malam (7/12), Mahathir mengatakan pemerintah tidak keberatan atas unjuk rasa itu selama tetap damai dan tertib.
“Atas nama pemerintah, jika pawai diadakan atas dasar ucapan syukur, kami berterima kasih atas dukungan yang ditunjukkan,” katanya dalam video yang diunggah di halaman media sosialnya.
Keterangan foto utama: Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan istrinya, Rosmah Mansor menghadiri rapat umum Anti-ICERD (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial) di Kuala Lumpur, Malaysia, 8 Desember 2018. (Foto: Reuters/Sadiq Asyraf)
No comments:
Post a Comment