Pages

Friday, December 7, 2018

Kata Peneliti, Pemerintah Harus Berikan Trauma Healing untuk Korban Konflik Papua - KOMPAS.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior untuk isu Papua, Adriana Elisabeth, menyebut, belum ada upaya yang signifikan dari pemerintah untuk memberikan trauma healing atau penyembuhan trauma kepada keluarga korban pelanggaran HAM di Papua. Hal itu, menjadi persoalan yang sangat mendasar yang harus diselesaikan oleh pemerintah.

Hal itu disampaikan Adriana dalam diskusi "4 Tahun Paniai Berdarah, Janji Jokowi, dan Kondisi HAM dan Keamanan Terkini di Papua", di kantor Amnesty International, Jakarta Pusat, Jumat (7/12/2018).

"Ada persoalan dalam konflik HAM di Papua yang sangat mendasar yang merupakan dampak berulang, yaitu korban konflik mengalami trauma," kata mantan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu.

"Namun, belum ada program khusus dari pemerintah untuk menangani para korban yang mengalami trauma," sambungnya.

Baca juga: Ayah Korban Penembakan Paniai Tagih Janji Jokowi

Jika dibandingkan dengan langkah pemerintah saat penanganan bencana, seperti gempa Lombok dan Palu, upaya mereka untuk keluarga korban pelanggaran HAM di Papua masih sangat minim.

Adriana menuturkan, memang mulai terlihat upaya pemerintah untuk memberikan trauma healing terhadap anak-anak keluarga korban konflik. Tetapi, hal itu dinilai belum cukup.

Sebab, adanya konflik yang menimpa keluarga korban, akan membekas dan berdampak panjang terhadap mental keluarga. Hal itu, bisa menjadi memori burul yang tidak terlupakan.

"Upaya yang masih sangat jauh, tapi itu sudah dimulai. Ini persoalan yang sangat mendasar," ujar Adriana.

Baca juga: Jokowi Ingin Kasus Penembakan di Paniai Diselesaikan

Lebih lanjut, Adriana menyebut salah satu persoalan paling penting di Papua adalah isu pelanggaran HAM.

Selain baru-baru ini terjadi penembakan sejumlah pekerja di Kabupaten Nduga oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), empat tahun silam terjadi penembakan empat pemuda di Kabupaten Paniai.

Tanggal 7-8 Desember 2018 menandai empat tahun penganiayaan dan penembakan di Kabupaten Paniai, Papua. Pada 7 Desember 2014, di Jalan Poros Madi-Enarotali, Distrik Paniai Timur, terjadi penganiayaan kepada seorang warga bernama Yulianus Yeimo.

Baca juga: Kronologi Bentrok Warga dengan Aparat di Paniai, Papua

Menurut keterangan tertulis yang dirilis oleh Amnesty Internasional, Yulianus mengalami luka bengkak pada bagian belakang telinga kanan dan kiri, serta luka robek di ibu jari kaki kiri. Luka tersebut akibat pukulan popor senjata api laras panjang.

Sementara penembakan terjadi di Lapangan Karel Gobai, Kota Enarotali, satu hari kemudian. Kala itu, personel polisi dan tentara menembak kerumunan warga yang sedang melakukan protes damai atas penganiayaan Yulianus.

Penembakan ini menewaskan empat pemuda Papua yang seluruhnya pelajar. Mereka adalah Apius Gobay (16), Alpiys Youw (18), Simon Degei (17), dan Yulian Yeimo (17). Penembakan juga mengakibatkan setidaknya 11 warga sipil terluka.


Let's block ads! (Why?)

https://nasional.kompas.com/read/2018/12/07/23224901/kata-peneliti-pemerintah-harus-berikan-trauma-healing-untuk-korban-konflikhttps://desimpul.blogspot.com/2018/12/kata-peneliti-pemerintah-harus-berikan_7.html

No comments:

Post a Comment